Rabu, 24 Juni 2015

Dengan biogas, Kotoran menjadi berkah, Lingkungan menjadi nyaman

Sapi pertama kali didatangkan oleh belanda pada tahun 1911 ke Nongkojajar Kab. Pasuruan dengan tujuan konsumsi susu orang belanda yang ditugaskan di daerah tersebut. Daerah seluas 548,92 Ha dengan ketinggian 600-1200 mdpl ini mempunyai jumlah penduduk sebanyak 58.941 jiwa. Dengan suhu rata-rata 16 sampai 28 derajat Celcius ini sangat produktif di bidang pertanian seperti Apel, Paprika, Durian, Cabe dan sayur mayor serta Bunga Krisan. Produktifitas di bidang peternakan yaitu susu sapi dan produk olahannya. 
Sekitar 18.200 ekor sapi memproduksi susu sebanyak 72.00 liter per hari. Setiap ekor sapi juga membuang sebanyak 20-30 Kg kotoran per harinya. Tidak dapat dibayangkan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kotoran sebanyak itu jika tidak dimanfaatkan dan diolah lebih lanjut. Oleh karena itu Bapak H. Hariyanto pada tahun 1989 mulai merintis pemanfaatan kotoran sapi menjadi energi alternatif yaitu biogas untuk kebutuhan rumah tangganya serta kebutuhan warga Nongkojajar. Tidak mudah mengajak warga untuk memanfaatkan kotoran ternaknya sebagai energi alternatif. Sebelumnya, untuk keperluan sehari-hari, mereka menggunakan kayu bakar. Dari penggunaan kayu bakar itulah banyak pepohonan yang ditebang sehingga banyak sumber air hilang dan irigasi lahan pertanian mengecil. 

Pemanfaatan Biogas memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Dari hasil perjuangannya saat ini sudah sebanyak 1.350 unit biogas beroperasi dengan baik. Hal ini akan memberikan dampak pada perekonomian masyarakat. Pengeluaran warga yang menggunakan biogas semakin sedikit. Selain menekan pengeluaran, debit air untuk irigasi pertanian meningkat karena penebangan pohon yang sebelumnya digunakan sebagai kayu bakar menurun. Dan hasil samping dari residu biogas disebut Slurry, yaitu ampas yang keluar dari over flow setelah mengalami fermentasi tidak mengandung metan. Slurry tersebut biasa digunakan sebagai pupuk untuk memperbaiki kesuburan tanah serta meningkatkan produksi tanaman. 
Slurry hasil samping Biogas 

Berkat pembangunan biogas di Nongkojajar, biaya hidup bisa ditekan Rp. 350.000 – Rp. 400.000 per bulan karena tidak membeli Minyak Tanah, LPG dan kayu bakar. Pencemaran lingkungan berkurang serta sumber air meningkat untuk irigasi pertanian dan pakan ternak terpenuhi sehingga produktivitas sapi perah pun meningkat. Program biogas secara tidak langsung tidak langsung membantu peningkatan kesejahteraan sosial, pertumbuhan ekonomi dan penyelamatan lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar