HMI
DIANTARA TUJUAN DAN KRITIK
REKONSTRUKSI PEMIKIRAN
DAN PERGERAKAN HMI
Oleh:
Forsilader 2010 HMI KORKOM UB
Sistem perkaderan
HMI
HMI
merupakan organisasi perkaderan yang
banyak melahirkan pemimpin bangsa. sebagai organisasi tertua yang mempunyai banyak pengalaman,
HMI diharapkan mampu berkembang lebih baik lagi, namun yang terjadi malah sebaliknya dimana
system perkaderan di HMI hanya berjalan statis bahkan ada pula yang
mengatakan terjadi kemunduran. Gema teriakan kader-kadernya yang
dulu lantang hingga kepelosok negri, kini mulai tak terdengar bahkan masyarakat secara umum menganggap hanya sebatas suara sumbang belaka. Organisasi
yang
merupakan induk dari berbagai organisasi kemahasiswaan ini dikatakan mempunyai suatu sistem perkaderan terbaik,
sehingga kader-kader yang dilahirkan sudah tidak diragukan lagi karakter keintelektualitasnya.
Di dalam system
pengkaderan HMI terdapat 4 asas utama yaitu Keislaman, Keindonesiaan,
Kemahasiswaan dan Kemasyarakatan.Ke-4
asas tersebut diformulasikan dalam bentuk proker-proker yang dibuat oleh pengurus pada setiap komisariat. Namun dalam prakteknya sering
kali kurang optimal hanya sebatas formalitas tanpa esensi yang
jelas. Tidak dipungkiri lagi mahasiswa adalah kaum elitis dalam lapisan masyarakat sedangkan
HMI adalah kaum elitis dalam tataran mahasiswa. Itu juga menjadi permasalahan yang
dihadapi organisasi HMIdimana system perkaderan hanya sebagai konsumsi oleh para kader
HMI sendiri dan tidak sampai meluber pada masyarakat secara umum.Memecahkan permasalahan
yang kompleks di HMI memangtidakmudah, tapibagiseorangkeder HMItakada yang
tidak mungkin. Kesadaran tiap kader untuk merekonstruksi segala problema menjadi syarat pokok untuk
HMI lebih baik.
Untuk menghadapi permasalahan
system perkaderan di HMI,
kita harus melakukan kajian dengan cara membagi permasalahan itu dalam 4
asas pokok untuk mendapatkan suatu solusi konkrit.
Asas keislaman
Organisasi HMI
mempunyai asas pokok yang dianut yaitu Islam, asas inilah yang
menjadi pedoman perjuangan kawan-kawan
HMI. Dalam asas ini para kader dituntut untuk berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadist,
sehingga dalam setiap gerakan yang dilakukan akan diridhoi Allah SWT. Lalu yang
jadi pertanyaan saat ini adalah, islam yang seperti apa yang dianut oleh organisasi
HMI? Yang pasti bukan islam liberal atau islam hore-hore, melainkan islam universal
sehingga kader-kader didalamnya mempunyai sifat plural. HMI
juga disebut-sebut organisasi islam modern, karena pemikiran-pemikiran islamnya selalu dinamis atau bisa dikatakan banyak mempunyai solusi untuk menghadapi perkembangan zaman,
sehingga anggapan agama islam sebagai agama yang
kaku atau kuno sudah mulai surut dalam masyarakat. Setiap kader HMI
mempunyai identitas keislaman tersendiri seperti yang
terlihat adalah Nahdiyin dan Muhamadiyah.keanekaragaman ini merupakan pedang bermata dua dimana terdapat keuntungan serta kerugian didalamnya,
keuntungan disini dimaksudkan tiap kader mempunyai pandangan tersendiri sehingga mengakibatkan terjadi dialektika diantara tiap yang berakibat pada pemikiran islam yang
selalu berkembang dan diharapkan dalam dialektika tersebut kita menemukan kebenaran yang
hakiki, sedangkan kerugiannya adalah ketika melakukan suatu kegiatan kajian atau kegiatan keislaman maka kita akan dibenturkan oleh dua tradisi keislaman
yang berbeda, semisal tradisi dari orang NU
pada setiap malam jumat melakukan tahlil maka hanya kader-kader yang berbasis NU saja
yang mengikuti kegiatan tersebut. Kontradiksi tradisi ini harus difikirkan agar
tidak ada perpecahan antar keyakinan keislaman, bisa juga mengadakan kegiatan yang
berimbang antara tradisi satu dengan tradisi yang lain.
Banyak
yang beranggapan bahwa HMI telah kehilangan jatidiri keislamannya dan itu memang telah terjadi walaupun tidak pada setiap komisariat. Terjadinya degradasi keislaman ini memberikan tekanan
moral tersendiri bahkan ada yang memberikan julukan yang
aneh terhadap organisasi ini, seperti Himpunan Mahasiswa Indonesia,
Himpunan Mahasiswa Ingin hidayah Allah dan masih banyak lagi.
Sangat miris ketika kita mendengar julukan-julukan tersebut namun tidak dapat disalahkan juga ketika kita berkaca pada realita. Banyak sebab
yang menyebabkan degradasi tersebut diantaranya penafsiran NDP yang
salah dan mengakibatkan tiap kader merasa sudah paling benar dalam menjalankan syariat islamnya. Didalam
NDP kita diajarkan cara memahami islam dalam sudut berbeda melalui membongkar alam berpikir kader yaitu bagaimana kita memahami kepercayaan,
hubungan manusia dengan tuhan,
manusia dengan manusia serta pengertian keadilan dan ilmu pengetahuan.
Beberapa diantara kader mungkin agak kaget ketika dihadapkan pada suatu metode filsafat ini,
namun yang menjadi persoalan adalah metode ini menyeret kader pada kebingungan yang
sulit, terkadang menjadi malas melakukan syariat islam dengan alasan
belum menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terus membebani pikiran.
Dalam islam kita memang disuruh berfikir kritis namun tanpa melawati jalan-jalan yang
sudah di tentukan tuhan bisa saja kita tersesat dalam lorong yang tiada ujung. Dalam kajian
NDP terkadang banyak yang ditekankan pada pola hubungan horizontal
yaitu percuma kita beribadah dikala orang disekeliling kita kelaparan, tidak ada yang
salah dalam hal itu karena HMI adalah organisasi kemasyaratan,
namun perlu disadari penekanan hubungan
vertical/hubungan dengan tuhan lebih penting bagaimanapun juga semua tindakan kita harus dikembalikan pada tuhan
Sang pemilik kebenaran hakiki. Perlu diadakan kajian keislaman yang
mengarah padahal tersebut seperti tata cara sholat yang baik, manfaat berpuasa dan lain
sebagainya. Selain itu diskusi yang
intens dan banyak membaca buku juga termasuk solusi konkrit menghadapi masalah ini.
Sebagai organisasi islam kemasyarakatan seharus keder
HMI ikut aktif dalam kegiatan islam kemasyarakatan, namun yang terjadi justru sebaliknya,
HMI menjadikan konsep islam mereka bersifat inklusif yaitu hanya untuk masyarakat HMI
itu sendiri. Perlu adanya suatu kegiatan yang saling berhubungan antara islaman HMI
dengan islam masyarakat umum, bila hal yang demikian terjadi mungkin gerak-gerik kita tak lagi dicurigai karena cara berpikir kader
HMI dan masyarakat umum mulai menndekati kata sepakat. Terkadang saat ada kegiatan keislaman,
kita pun jarang ikut mungkin hanya sebagian saja. Inilah yang
harus jadi koreksi kita semua.
AsasKeindonesian
Dalam asas keindonesiaan ini,
tiap kader dituntut untuk bersikap kritis dalam menanggapi problematika dlam negri. Pengembangan sikap kritis ini dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya diskusi dan membaca.
Namun persoalan lain muncul ketika kita dihadapkan pada isu-isu yang sifatnya menjebak.
Media memang sebagai agen control namun terkadang media
juga memanfaatkan isu tersebut hanya untuk popularitas saja, maka dari itu kader HMI
harus memilah dan memilih isu yang memang urgen untuk dibahas,
supaya tidak termakan oleh isu tersebut.
Urgensitas suatu isu dinilai dari kedekatan wilayah isu tersebut seperti ketika di malang ada pilkada dan dijakarta ada berita tentang Anas urbaningrum,
sebaiknya yang didahulukan adalah pilkada malang kerena efeknya akan terasa dalam kehidupan disekitar kita.
Spesifikasi yang
baik menangani atau mengkaji isu harusnya dalam konsep Lokal-Regiaonal-Nasional. Agar
para kader tidak semerta-merta terbawa arus media perlu adanya badan yang
siap menampung hasil-hasil diskusi atau kajian disetiap komisariat semisal saja mempunyai
media informasi yang akan mempublikasikan tulisan hasil diskusi atau kajian tersebut.
Selain itu kita juga harus punya solusi cantik yang akan ditawarkan pada masyarakat.
Organisasi
HMI sering melakukan gerakan-gerakan kemasyarakatan seperti aksi, baksos, serta kegiatan kemasyakatan
yang lain.
Namun seringkali gerakan itu hanya sebagai formalitas untuk menunjukan eksistensi HMI
atau mengikuti budaya dari para senior, entah karena kurang pengadvokasian atau konsep
yang kurang jelas sering kali
gerakan-gerakan itu gagal dan esensinya juga tak ada. Maka dari itu kita mestinya sadar akan tujuan utama dari pergarakan
yang kita lakukan, agar taring tajam organisasi ini tampak kembali.
Penulis
Mohammad
Zakiy Fiddin