Jumat, 05 Oktober 2012

in my dream... (red: dalam mimpiku) - Juara 1

Kira – kira lima atau sepuluh saudaraku berbincang di ruang kerja sekaligus diskusi di rumah semesta. Diingatkan oleh salah satu celoteh saudari, “besuk hari terakhir pengumpulan tulisan aku, kamu dan hmi”. Entah tulisan dan pesan  apa nanti yang akan kusampaikan, yang penting aku tulis dulu di sini.
Bagiku tak penting hadiah, bagiku tak penting penghargaan, yang penting bagiku adalah cita, keyakinan dan perjuangan kita jangan sampai hilang.
Apabila teringat tentang acara – acara yang sengaja terbuat dalam Disnatalis komisariat. Teringat segar di kepalaku, tentang pertanyaan – pertanyaan sewaktu itu. Mengapa seh, orang (rata – rata dalam lingkungan Nahdiyin) sering melakukan shalawat dan pengajian tentang sejarah Nabi pada saat hari kelahiran Nabi (Maulid).
Apabila kita menggunakan teori matematika, mari kita hitung berapa banyak bocah muslim muda yang ga kenal sama ariel peterpan, ahmad dhani dan beberapa tokoh entertainment yang sering nongol di TV. Dan, berapa banyak atau berapa prosentase mereka yang kenal dengan sang buah hati Aminah, yang dalam agama kita dijadikan Uswatun Hasanah bagi kita semua. Jujur, hasilnya adalah prosentase yang pertama jauh lebih besar daripada prosentase yang kedua.
Saya ingin menyampaikan bahwa Momen adalah sangat penting bagi muslim. Dengan Momen Kita bisa Membuat Sesuatu Penyegaran, Pengingat akan Suatu, bak Kepala yang tersiram Air Telaga. Mengingatkan Tujuan akhir sekaligus Titik Mulai kita bersama. Begitulah saya menghargai momen Disnatalis ini.
Bagiku komisariat adalah gua bagi para ashabul kahfi. Bedanya adalah para ashabul kahfi ini tidaklah tidur dan tertidur. Kesamaannya adalah sama – sama menghindar dari pembunuhan kepekaan sosial dalam masyarakat.
Di sekitar kampusku, kumelihat banyak tubuh yang bergerak dengan hati yang mati. Terbunuh oleh kesibukan sehari – hari. Terkenyangkan oleh kesibukan masing – masing akibat tuntutan sehari – hari. Terkadang kita terlena oleh pawai kematian sang hati ini. Kami pun kadang terpukau oleh gerakan yang terlihat rapi dan tertata ini. Semua merasa menuju sorganya sendiri yang berhias hedonis dan praksis. Karena bagi mereka neraka dan kesengsaraan apabila coba menengok ke dunia nyata bumi indonesia ini.
Dinginnya malam ini, rembulan seakan menjelma menjadi bidadari malam yang menggodaku untuk melindungi tubuhku dengan selimut mimpi. Dan sekedar merebahkan tubuh untuk menghilangkan capekku. Aku masih mencoba menuliskan kata demi kata bak menggambarkan peta pikir yang ada di kepalaku.
Pelan tapi pasti akhirnya aku terlena dengan godaan surga mimpi itu. Kutengok kedua jarum jam kamarku, kedua jarumnya menunjukkan angka dua belas. Inilah batas yang kugariskan sebagai batas kemampuanku. Tubuhku butuh hak nya. Pikirku.
Entah apa yang terjadi, dalam mimpiku, aku seperti bersila dalam setengah lingkaran manusia berjenggot. Hanya tiga orang yang kuperhatikan sungguh. Salah seorang dari mereka membicarakan mukadimah Al’ibar, berbicara tentang asal muasal masyarakat, kedaulatan dan lahirnya kota dan desa.
yang kedua adalah orang yang selalu berbicara tentang peranan wanita. Dan selalu berantusias berbicara tentang bagaimana strategi ideal wanita dapat berperan dalam pembangunan dengan kawan sebelahnya.
yang ketiga dan paling menarik perhatianku adalah seorang yang mengaku dilahirkan di afganistan. Menceritakan bagaimana petualangan hidupnya di bidang ilmu pengetahuan dan politik.
Berkelana dari negara satu ke negara yang lain. Mengobarkan bahwa Nasionalisme itu penting di negara Muslim. Dan meneriakkan anti imperialisme. Pada salah satu kisah hidupnya ia bercerita tentang bagaimana ia berhasil menggulingkan raja mesir Khadewi Ismail. Karena pada masanya ia menganggap raja itu terlalu pro terhadap inggris.
Ia bercerita bahwa sekarang ia melihat kemunduran pada umat muslim. Bukan karena Islam tidak sesuai dengan perubahan jaman, melainkan umat islam telah dipengaruhi oleh sifat statis, fatalis, meninggalkan akhlak yang tinggi dan melupakan ilmu pengetahuan. Menurut dia, hal ini disebabkan oleh umat Islam telah meninggalkan ajaran islam yang sebenarnya. Bagi keyakinannya islam adalah perubahan. Perubahan yang lebih baik seperti yang tergambar dalam tiap fragmen sejarah hidup sang Rasul.
Aku terdiam saja dalam lingkaran manusia itu. Aku terlena dengan kata – kata mereka. Aku diam, karena ku takut merugi apabila berbicara. Seklebat waktu itu, ku melihat dimanakah letak setengah lingkatan manusia ini sedang duduk.
Insting ku mengenali ruangan ini meski agak tidak jelas dan dipenuhi kabut putih. Ornamen atap yang pinggirnya setengah bocor oleh hujan dan di belakang setengah lingkaran itu ada beberapa manusia yang kukenal berjubal penuh dalam ruangan sampai ruangan tak cukup lagi untuk diisi.
Aku terhentak bangun. Terpikir olehku, apakah orang – orang itu sedang berdiskusi di komisariatku. Satu persatu ku kembalikan kesadaranku. Mencoba mengingat kembali ketiga orang yang menyita perhatianku tadi.
Aku teringat dengan buku merah yang kupinjam dari kawan. Berjudul “Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol”. Beberapa ciri orang yang termimpikan ada di dalam buku itu.
Ciri orang pertama sangat mirip dengan Adurrahman bin muhammad bin muhammad bin muhammad bin Al Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Ibn Kaldun. Dikenal dengan nama Ibn Khaldun.
Ciri orang Kedua sangat mirip dengan Qasem Amin. Dikenal sebagai Bapak Feminisme Arab. Seorang lulusan Al- Azhar. Sang penolak diskriminasi perempuan.
Ciri orang ketiga sangat mirip dengan Jamalludin Al Afghani. Di gambarkan oleh Muhammad Iqbal sebagai jiwa yang tak mau diam dan selalu mengembara, dan tak seorangpun tahu kapan berhentinya...
Akankah mimpi ini pertanda akan ada seorang di komisariatku seperti ciri orang diatas?!
inilah yang terpikirkan saat kucoba memikirkan tema “aku, kamu dan hmi“ di goa hiro’ tlogomasku.
By: Wahyu Jati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar